Selasa, 22 Juli 2014

5 Kesalahan Karyawan Saat Lebaran


Usai hari raya Lebaran, hampir sebagian besar orang mengeluh kehabisan uang. Mereka kemudian melakukan penghematan gila-gilaan, dan minimal dua bulan setelahnya baru kondisi berangsur normal.
Dan keadaan tersebut terjadi terus-menerus, berulang dari tahun ke tahun, seolah-olah memang sudah menjadi kewajaran untuk bangkrut seusai merayakan hari kemenangan. Bahkan mungkin ada yang beranggapan kalau tidak bangkrut, maka Lebaran kurang afdal.

Padahal tidak demikian tentunya. Seharusnya semua berjalan normal, seperti bulan-bulan lain. Lebaran seharusnya dirayakan dengan khidmat, dan penuh perhitungan. Apalagi saat Lebaran para karyawan memperoleh THR alias Tunjangan Hari Raya, yang jumlahnya minimal satu bulan gaji. Artinya, ada ruang bagi karyawan untuk berbuat sesuatu.

Jadi, apa yang salah? Coba simak lima kesalahan yang sering dilakukan para karyawan saat Lebaran.

  1. Tidak punya persiapan. Bulan Ramadan dan Lebaran pasti terjadi setiap tahun. Layaknya rencana berlibur, Ramadan dan lebaran juga seharusnya direncanakan dengan saksama. Buat tabungan khusus untuk memenuhi kebutuhan Ramadan dan Lebaran, misalnya dengan membuat tabungan berjangka, atau malah menginvestasikan uang setiap bulan untuk keperluan ini. Atau, bagi uang Anda menjadi tiga pos: Ramadan, Lebaran, pasca Lebaran.
  2. Tidak pernah menghitung. Berapa bujet yang Anda persiapkan selama bulan Ramadan dan Lebaran? Pasti Anda sulit menjawab. Karena kebanyakan orang hanya sibuk mempersiapkan bujet untuk kegiatan mudik, tidak demikian halnya dengan bujet yang lain. 
  3. Tidak pernah menyimpan THR. Mengapa Anda tidak bisa menyisihkan THR untuk ditabung? Karena dua hal di atas: tidak punya persiapan dan tidak pernah menghitung. Seyogyanya dari dana THR yang diterima, Anda bisa menyisihkan antara 20-30 persennya untuk disimpan. Ke mana menyimpan dana sisihan itu? Bisa Anda masukkan ke tabungan khusus untuk Ramadan dan Lebaran tahun depan, bukan? Atau Anda jadikan sebagai modal awal berinvestasi, misalnya via reksadana.
  4. Tidak menanamkan nilai-nilai yang luhur soal Ramadan dan Lebaran. Bagi sebagian besar masyarakat, Lebaran selalu identik dengan segala sesuatu yang serba baru. Baju baru, celana baru, sepatu baru, perabotan rumah tangga baru dan sebagainya. Padahal nilai-nilai penting dari Ramadan dan Lebaran bukanlah itu, dan Anda tidak perlu memaksakan diri. Dengan demikian kesadaran Anda dan keluarga sadar akan nilai-nilai sesungguhnya dari Ramadan dan Lebaran pada akhirnya menumbuhkan sikap berhemat. Bukankah Tuhan tidak menyukai bila kita bersikap boros? Jadi, sikapi seperlunya, jangan paksakan diri.
  5. Tidak pernah menyimpan bonus. Anda pasti bertanya-tanya, apa hubungannya bonus dengan Ramadan dan Lebaran? Sangat erat. Jika Anda ingin mengurangi beban keuangan dan memperlancar arus kas, rangkaian pendapatan Anda dalam setahun merupakan dasar bersikap dalam menghadapi acara-acara penting dalam kehidupan Anda, seperti Ramadan dan Lebaran. Jika Anda mengambil pendekatan yang memandang ini secara keseluruhan – bukan sebagian atau per kegiatan – maka hal itu akan lebih mudah diolah. Istilahnya, ringan sama dijinjing, berat sama dipikul: beban keuangan yang berat saat Ramadan dan Lebaran, dipikul bersama dengan pendapatan-pendapatan tetap dan tambahan Anda selama setahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar